Powered By Blogger

Selasa, 04 September 2012

Deskripsi Diri

Esai  ini sengaja ditulis sebagai salah satu syarat untuk  mengikuti kegiatan opak 2012 yang Secara garis besar berisi  gambaran atas kepribadian saya secara keseluruhan. Dimulai dari latar belakang keluarga,kisah dan perjalanan hidup hingga angan serta  impian yang akan menjadi tujuan.
Nurpadilah Pitriyanti,nama itulah yang mereka berikan kepada saya 20 tahun silam. Lahir di bandung,tepatnya di cimahi 27 maret 1992. Saya berasal dari keluarga yang sederhana tetapi memiliki kasih sayang dan cinta luar biasa. Sebagai anak tunggal,pribadi yang saya miliki jauh dari kata manja karena sejak kecil sudah dibiasakan hidup dengan cara mandiri. Kebetulan,kedua orang tua saya bekerja sebagai karyawan disalah satu perusahaan swasta dan memiliki jadwal kerja yang padat dan juga terikat. Dari pagi sampai petang mereka bekerja tak kenal lelah. Dari kecil saya sudah terbiasa hidup mandiri,tak jarang ketika bangun pagi mama dan papa sudah pergi dan saya terkunci di dalam rumah,sampai akhirnya tetangga sebelah datang membukakan pintu dan mengajak saya untuk bermain dengan anaknya seharian penuh. Gak Cuma di tetengga,secara bergantian saya dititipkan ke kerabat terdekat keluaraga,disaat mereka sedang tidak sibuk. Say sendiri sudah mengerti dan paham betul kapan jadwal saya untuk makan,mandi,bermain,sampai belajar. Dari kecil,Papa banyak mengajarkan banyak hal di kehidupan saya yang pada akhirnya menjadi prinsip hidup yang menjadi aturan dasar di hidup saya. Secara pribadi,saya lebih dekat dengan papa. Beliau sosok yang sempurna,mengajarkan saya menjadi pribadi yang bijaksana,mengedepankan logika dan tak kenal lelah berusaha membuat keluarga.
Sampai akhirnya,Pada saat saya masuk sekolah dasar,papa sudah mulai sakit-sakitan. Pengobatan sudah dilakukan dengan berbagai macam cara,dari obat-obatan medis sampai alternatif. Papa juga sudah pernah dioperasi sebanyak 3 kali,tapi penyakit yang diderita tak kunjung sembuh juga. Alternatif pun menjadi satu-satunya pilihan terakhir yang kami ambil. Pengobatan alternatif dijalani kurang lebih dua tahun,tetapi Tuhan berkehendak lain. Akhirnya ayah meninggal sebelum penyakitnya sempat disembuhkan. Mungkin itu memang yang terbaik,Tuhan menyayangi ayah saya dan menginginkan beliau untuk berada lebih dekat dengannya. Begitulah hidup,ada yang datang ada juga yang pergi tapi terpenting adalah bagaimana cara kita menyikapinya. Berbuat baik selagi mereka masih ada,agar di kemudian hari ketika mereka pergi,nama kita takkan pernah terlupakan oleh mereka.
Setelah kematian papa, kami berdua memutuskan untuk pindah ke Serang-Banten,tepatnya pada saat saya berumur 9 tahun. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga,mama sebagai single fighter bekerja tak kenal lelah. Beliau adalah orang yang amat saya sayangi,dari beliau lah saya banyak belajar tentang kehidupan. Menjadi wanita yang tidak lemah dan mudah menyerah,tegar menghadapi segala cobaan yang ada,tak pernah meminta memohon belas kasih dari orang lain,keluarga sekalipun. Beliau satu-satunya keluarga yang saya miliki. Sepeninggal papa,saya yakin beliau amat sangat tepukul. Itulah yang menjadi salah satu alasan kami memutuskan untuk pergi. Beliau tidak pernah menampakan kesedihannya didepan saya. Beliau hanya tersenyum dan yakin bisa membahagiakan saya,walau papa sudah tidak lagi ada.
Selama kurang lebih 3 tahun,saya tinggal di perantauan bersama mama. Sampai akhirnya,ketika saya berumur 13 tahun,mama memutuskan untuk menikah lagi. Saya sendiri jujur amat sangat terkejut mendengar kabar tersebut. Mama meminta izin kepada saya untuk menikah hanya semingu sebelum pernikahan dilangsungkan. Awalnya saya amat sangat keberatan,tapi posisi saya pada saat itu hanyalah anak kecil yang tidak mempunyai kewenangan apapun. Sekalipun saya tidak mengizinkan beliau untuk menikah lagi,pernikahan itu akan tetep berlangsung karena undangan sudah di cetak dan diberikan kepada saudara,kerabat dan tetangga dan dengan berat hati,saya menyetujui pernikahan beliau dengan laki-laki yang belum saya kenal sedikitpun.
Hari-hari menjadi sulit bagi saya,menerima kehadiaran orang asing yang dengan terpaksa saya panggil ayah. Tidak ada hari tanpa pertengkaran,teriakan,jeritan,tangisan terjadi di dalam rumah. Bagi saya rumah adalah neraka. Sikap,watak,dan krpribadian  Ayah tiri saya,jauh dari sosok alm.papa yang kenal.  Penolakan yang saya lakukan tergambar dengan jelas melalui sikap-sikap saya yang selalu bertentangan dengan beliau. Terlebih mama saat itu lebih sering membela ayah tiri dibandingkan saya yang jelas-jelas anak kandungnya,darah dagingnya,dan saat-saat di rumah terasa amat memuakan. Banyak hal yang buat saya amat sangat membenci ayah tiri saya,sampai-sampai saya senderi sering berdoa agar beliau cepat pergi dari dunia ini dan berjanji saat saya dewasa nanti,saya akan memisahkan ayah tiri saya dengan mama,lalu membuangnya,dan takkan pernah mengakuinya.
Selama lebih dari dua tahun,saya tersiksa. Jauh dari kasih sayang orang tua,bahkan jauh dari kasih sayang dan belaian Tuhan. Sampai akhirnya saya bertemu dengan Muharam Juliansyah,laki-laki yang sampai saat ini menjadi orang yang berarti dikehidupan saya. Lambat laun sifat arogan,keras kepala yang saya miliki sedikit demi sedikit menghilang. Saya akui saya orang yang keras kepala,salah ya salah,benar ya benar. Tidak ada toleransi sedikitpun. Semua yang tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan dan pikirkan adalah salah. Saya tidak pernah mau mengalah,saya tidak akan pernah berkompromi dengan hal-hal yang bersebrangan dengan diri saya. Alasan itulah yang selalu buat saya bertengkat dengan ayah tiri saya. Kita berdua sama-sama keras dan tak pernah mau mengalah. Tapi dengan hadirnya aram di kehidupan saya,semuanya berubah. Sedikit demi sedikit saya  mulai memahami,bahwa tiap perbedaan tidak seharusnya dijadikan pembenaran atas pertentangan yang terjadi  lalu saling membenci satu sama lain dan itu adalah sikap yang jauh dari  kata Dewasa. Tua itu pasti,tapi dewasa itu pilihan. Mengalah untuk menang,bijaksana dalam berpikir demi kebahagiaan bersama.
Saya memilih untuk dewasa,di umur saya yang ke- 16 tahun. Dari sekedar bercurhat ria tentang kehidupan keluarga  yang berantakan,sampai bertukar pikiran tentang apa yang harus saya lakukan. Tidak hanya mengeluh dan acuh terhadap masalah yang ada,tetapi juga fokus terhadap cara yang akan dilakukan agar masalah tersebut dapat diselesaikan. Proses pendewasaan yang saya alami berlangsung cukup lama,membiasakan membuang ego yang sebelumnya sudah mendarah daging dalam hidup saya sangatlah tidak mudah. Tapi saya yakin tiap ada kemauan, pasti ada jalan. Perlu waktu dua tahun sampai semuanya kembali normal,butuh kesabaran yang luar biasa dalam menjalaninya. Tapi,hasilnya tidak sia-sia dan akhirnya saya bahkan mulai untuk menyayangi mama dan ayah tiri saya.
Secara pribadi banyak hal yang telah berubah dalam diri saya. Terutama disaat umur saya yang ke-20 ini. Dari TK sampai SMA semua berjalan dengan lancar. Jadi juara satu di kelas,juara umum disekolah,juara cerdas cermat,bahkan waktu saya masih TK saya pernah mendapatkan gelar juara I cerdas cermat agama ditingkat kab. Bandung melawan anak-anak yang waktu itu  notabene sudah duduk di bangku SD. Tidak hanya itu,disaat saya duduk di bangku kelas  IV SD,saya juga pernah mendapatkan piala juara II karena telah mengikuti olimpiade mata pelajaran MIPA setingkat kota Serang-Banten dan mendapatkan sertifikat sebagai putri yang berprestasi. Di tingkat SMP saya hanya menjadi juara I  cerdas cermat,berturut-turut saat kelas VIII dan  IX. SMP dan SMA selalu mendapatkan nilai tertinggi disaat kelulusan,tak hanya itu Di SMA ekstrakurikuler yang saya ikuti mendapatkan gelar juara I setingkat kota Serang,ekstrakulikuler  itu adalah Student Company,saya sendiri bertugas di bagian produksi merangkap sebagai ketua “cadangan” karena ketua yang asli tidak begitu tegas pada anggota yang lain. Sebagai perusahaan yang kecil dan beranggotakan teman-teman sendiri,dirasa amat sulit dalam menentukan tiap sanksi atau aturan yang diberlakukan. Dengan berasaskan “kekeluagaan” tiap pelanggaran mendapatkan keringanan,hal itu yang menggugah saya untuk berinisiatif menjadi ketua cadangan atau jadi kaki tangan ketua perusahaan. Dengan peraturan  dan sanksi tegas yang saya buat,tiap anggota bisa menjadi lebih profesional dan pelanggaran pun dapat diminimalisir.Alhasil perusahaan yang kami miliki dalam satu tahun memperoleh profit 250%. Uang dari Para pemilik saham bisa dikembalikan bahkan dua kali lipat dari yang sebelumnya ia berikan kepada kami sebagai modal awal usaha yang kami lakukan. Semuanya berjalan dengan lancar,tak ada sedikitpun hambatan yang berarti dikehidupan saya.
Sampai akhirnya pada saat pengumuman kelulusan masuk perguruan tinggi diumumkan. Nama saya tidak ada di semua test yang saya ikuti. Sesal dan menyalahkan tuhan yang telah berlaku tidak adil sering terlintas dalam benak saya,mana mungkin saya tidak lolos. Usaha yang saya lakukan sudah maksimal,belajar,berdoa dan beribadah takkenal henti, bahkan berpuasa sunah pun sering dijalani,sepertiga malam saya memohon,menangis tapi semua itu tak berarti. Tuhan bekehendak lain. Saya tidak diizinkan menjadi mahasiswa untuk saat itu. Karena malu,saya memutuskan untuk pindah ke depok. Disana saya berencana Bimbel satu tahun dengan harapan bisa menjadi mahasiswa ditempat dan jurusan yang saya inginkan,dan hasilnya pun sangat menggembirakan. Saya diterima di UNJ pend. Bahasa inggris lewat jalur UMB. Senang bukan main,saya kabari keluarga di Serang saat itu juga,mama dan ayah begitu bangga mendengar kabar tersebut sampai akhirnya disaat daftar ulang,saya tercengang mendapati bayaran yang diluar dugaan. Jelas saat itu nominal dengan yang tertera adalah Rp10.000.000.00 dan uang sebanyak itu harus saya dan keluarga kumpulkan dalam waktu 1 minggu. Saya ingat betul,saat itu saya dan seluruh staf BEM sastra inggris berdemo meminta keringanan. Di bulan puasa,ditengah udara yang panas dan terik,kami akhirnya dapat menemui wakil dekan satra inggris untuk mendiskusikan solusi yang bisa ditawarkan universitas. Dalam ruangan itu saya ingat jelas,ada lima perwakilan orangtua dengan para siswa yang berjumlah belasan. Kami duduk bersama dan berdiskusi tentang solusi apa yang bisa universitas berikan terhadap kami yang tidak mampu. Diskusi  berjalan dengan sangat alot,wakil dekan terus menerus mencari alasan dan melemparkan kewenangan atas biaya yang  di berikan adalah campur tangan fakultas yang bersangkutan,bukan universitas dan selaku wakil dekan beliau tidak bisa berbuat apapun. Sepuluh juta tetaplah sepuluh juta dan harus lunas hari itu juga,tepatnya 3 hari lagi terhitung saat pertemuan dengan wakdek saat itu. Menahan tangis saya ajukan permohonan dan solusi,untuk saya yang berasal dari keluarga yang tidak mampu. Saya pun bertanya ke pada beliau tentang kebijakan seperti apa yang akan beliau berikan kepada kami,dan dengan muka berpaling dia lagi-lagi melemparkan wawenang dan kekuasaan bukanlah ditanggan dia. Seketika itu juga saya menangis dihadapan setiap orang yang ada diruangan itu,pamit dan meminta maaf saya tidak mempunyai cukup biaya untuk menuntut ilmu di sini. Keluar dari ruangan itu,para staf BEM yang sejak awal ikut berdemo memeluk,menangis dan meminta maaf karna tidak bisa berbuat apa-apa lagi.  
Dengan berat hati saya akhirnya memilih untuk menjadi mahasiswa disalah satu perguruan tinggi swasta yang ada di depok. Proses pendewasaan pun makin matang. Tak hanya mahasiswa yang belajar mati-matian demi ipk tinggi dan sukses kerja di akhir nanti,tapi juga mahasiswa yang menjadikan sesama atau masyarakatnya  menjadi lebih  berarti. Di mulai akan kecintaan saya terhadap sejarahlah yang menjadikannya lebih kuat kokoh dan berarti. Aktivitas diluar proses perkuliahan banyak menyadarkan saya akan hal-hal yang berarti dan menjadi minat pribadi. Setelah kuliah selama kurang lebih satu semester,saya yakin dan sadar bahwa jurusan yang saya jalani berbeda dengan bakat yang saya miliki. Sadar telah masuk dijurusan yang salah,dengan bermodalkan nekat saya memberanikan diri mengikuti snmptn untuk yang ketiga kalinya dan alhamdulillah diterima. Tuhan memang tau apa yang umatanya butuhkan. Saya diterima di uin jurusan psikologi,dan bercita-cita menjadi seorang tokoh psikologi anak yang profesional. Memberikan arahan dan motivasi yang baik,agar anak-anak kedepannya  terlahir  dan tercipta dengan mengenali tiap passion yang ada pada diri mereka dan berusaha mengharumkan nama keluarga bang sa dan negara.
Semua itu tidak dapat terbentuk dengan sendirinya,pengalaman dan pengambilalihan setiap keputusan dimasa lalu adalah cerminan atas kepribadian yang kita miliki saat ini,percaya atau tidak memang benar adanya. Dari dulu saya sangat menggemari pelajaran sejarah,dari situ saya belajar banyak hal. Sejarah bukan hanya bercerita tentang masa lalu,tapi masa sekarang juga masa depan. Dari sejarah kita dapat belajar bayak hal,tak hanya pengetahuan yang kita dapatkan tetapi juga kesadaran sebagai makhluk tuhan yang mempunyai kewajiban menjadi individu yang berguna bagi sesama terutama bangsa dan negara. Sukarno pernah berkata,jangan sekali-kali melupakan sejarah,karna bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.mereka yang tau dan cinta akan sejarah pastinya sadar betul,bahwa perjuangan yang mereka lakukan amatlah sangat besar. Berkorban tak hanya harta benda,akan tetapi juga nyawa dan keluarga. Mereka yang telah gugur di medan perang hanya berharap kepada anak cucunya kelak bahwa perjuangan mereka untuk pengobanan itu tidaklah sia-sia. Sederhananya,ketika kita bisa menghargai jasa mereka yang telah berkorban segala-galanya demi kenyamanan kita hari ini pasti bisa menghargai diri sendiri dengan nilai yang pantas dan takkan berhenti untuk meneruskan cita-cita mereka yang telah mati.
Saya pun akan berlaku demikian,kecintaan saya akan sejarah,memperkaya proses pendewasaan yang saya miliki. Sadar bahwa setiap konsekuensi yang saya ambil akan berdampak pada kehidupan saya dimasa yang akan datang sekaligus berdampak pada lingkungan disekitarnya. Saya akan menggeluti sesuatu yang memang menjadi minat saya,berusaha semaksimal mungkin dengan tujuan mengabdi dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Membuat keinginan,cita-cita,dan harapan menjadi kenyataan tidaklah mudah. Saya akui,proses itu tidak mudah dan juga harus diiringi ketekunan yang luar biasa. Belajar tak kenal rasa puas,berkembang dan tumbuh melebihi cita-cita harapan yang menjadi tujuan. Tumbuh tidak lagi menjadi gadis remaja,tetapi wanita yang dewasa dan bisa mengontrol tiap perasaan yang ada. Mencoba untuk lebih profesionalisme,mengacuhkan rasa ego dan malas yang hanya membuat diri tidak berkembang dan manjadikan diri kita sebagai calon pecundang.
Sudah saatnya kita sebagai generasi muda yang mendapat  sebutan mahasiswa  berusaha membuat sebuah perubahan yang amat berarti,bukan hanya mencaci maki,mengeluh,dan menuntut perubahan. Menciptakan perubahan bukan berati harus menurunkan presiden dan membuat gerakan revolusi demi pemerintah yang lebih adil.jauh adri gambaran perubahan yang saya ingin gambarkan. Pada hakikatnya jika pemerintahnya sudah berlaku seadil adilnya tapi kalau rakyi atnya hanya ingin terus meminta,menutut,tanpa berusaha apalah jadinya. Disinilah peranan kita,mahasiswa,sebagai agen pembawa  perubahan, di pertaruhkan. Perubahan dimulai dari hal-hal yang kecil,Sebagai contoh,membiasakan buang sampah sembarangan dan memilih sampah yang bisa disaur ulang. Mencitakan segala macam inovasi,dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Bayangkan jika satu mahsiswa dapet memperkerjakan setidaknya 10 orang pekerja,dikali puluhan ribu mahasiswa yang tersebar di indonesia,saya rasa itu sudah cukup membuat kemiskinan diindonesia berkurang. Itu belum terhitung jika usaha yang mahasiswa lakukan dengan berinovasi itu menjadi usaha yang berkembang. Kepedulian antar sesama jelas akan seamakin bertambah,karena semua orang berlomba-lomba untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Perubahan akan sulit terjadi bila yang bergerak hanyalah kalangan atas,kita yang berada di kalangan menengahlah yang seharusnya lebih bisa bergerak leluasa,memobilisasi mereka yang berada diatas agar dapat dengan mudah melihat ke bawah,dan memobilisasi kalangan yang ada di bawah agar terlihat oleh orang-orang yang ada di kalangan atas. Diatas bukan berarti harus melulu pemerintah,orang yang di atas yang saya maksud adalah mereka yang merasa mampu,hidup dengan layak,nyaman,dan terjamin pendidikan juga kesehatannya. Menyadarkan mereka yang merasa nyaman,agar mengurangi kenyamanan yang mereka miliki demi kenyamanan orang lain. Peranan kita sebagai middle class lah yang amat sangat berpengaruh. Terutama kita sebagai mahasiswa yang mengemban sebagai agen perubahan.
Sampai detik ini saya akan berjuang,”susah tapi saya yakin,saya Bisa!”.
Demikian esai ini saya tulis dengan sebenarnya,semoga dapat bermanfaat bagi kita,bagi sesama,sebangsa dan bernegara. Merdesa.